Senin, 06 Mei 2013

Toksisitas Kronis Potassium Sianida


      Paparan kronis sianida mengakibatkan berbagai berbagai non-spesifik efek neurologis yang sama dengan yang dilaporkan menyusul paparan akut. 
A.    Inhalasi
Dalam sebuah penelitian, pekerja yang terpapar secara kronis (durasi tidak ditentukan) sampai 15 ppm hydrogen sianida dilaporkan terdapat berbagai efek termasuk kelelahan, pusing, sakit kepala, gangguan tidur, tinnitus, dan parathesias. Penemuan serupa juga dilaporkan dalam studi lain dan juga termasuk penurunan daya ingat dan/atau kemampuan penglihatan sekitar 31,5% dari pekerja. Konsentrasi sidrogen sianida bagaimanapun juga tidak spesifik. Bentuk gangguan saraf telah dilaporkan untuk mengidentifikasikan adanya keracunan kronis pada hydrogen sianida. 

Toksisitas Akut KCN


Toksisitas Akut Potassium Sianida
Potensi keracunan sianida akut terjadi karena sianida dalam bentuk hydrogen sianida yang dilepaskan dari garam sianida (NaCN dan KCN) dengan disertai gejala awal yang sangat cepat pada keracunan akut.  Gejala akan muncul dalam beberapa detik bila keracunan terjadi melalui inhalasi hydrogen sianida, dan dalam beberapa menit jika keracunan garam sianida melalui oral. [1]
Efek hipoksia selular merupakan yang paling terlihat di dalam organ dengan penurunan ATP dan oksigen yang tinggi dan begitu dini ditemukannya keracunan termasuk CNS non-spesifik dan beberapa dampak gangguan kardiovaskuler yang diantaranya pusing, sakit kepala, rasa kebingungan, dan arrrhytmias jantung. [6]

Paparan Potassium Sianida (KCN)



A.    Inhalasi
Sianida cepat diserap melalui saluran pernapasan dan juga menimbulkan reaksi yang cepat dibandingkan dengan paparan melalui organ lainnya. Biasanya pekerja dapat terpapar melalui inhalasi selama operasi fumigasi dan produksi yang menggunakan sianida dalam berbagai proses industri, misalnya; electroplating (penyepuhan) emas dan perak, pengerasan baja, dan ekstraksi emas dan perak dari bijih. 2
Sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen seperti plastik akan melepaskan sianida. Rokok juga mengandung sianida, pada perokok pasif ditemukan sekitar 0.06µg/mL sianida dalam darahnya, sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 µg/mL sianida dalam darahnya. HCN sangat mudah diabsorbsi oleh paru. Nilai ambang batas minimal HCN adalah 2-10 ppm, tetapi angka belum dapat memastikan konsentrasi sianida yang berbahaya bagi orang disekitarnya. 2 
B.     Ingesti

Fungsi dan Penggunaan Potassium Sianida (KCN)


Fungsi Potassium Sianida (KCN)
A.    Penggunaan Militer
Pada jaman kerajaan Romawi, sianida digunakan sebagai senjata.Sianida sebagai komponen yang sangat mematikan digunakan untuk meracuni anggota keluarga kerajaan dan orang-orang yang dianggap dapat mengganggu keamanan.
Pada masa pemerintahan Napoleon III mengusulkan untuk menggunakan sianida pada bayonet pasukannya. Perancis selama perang dunia pertama dalam menggnakan sianida dalam bentuk asam hidrosianik (HCN) yang berbentuk gas. Tetapi efek racun sianida dalam bentuk gas kurang mematikan dibandingkan dengan bentuk cairnya.[1]
Sementara pada pihak Jerman sendiri pada saat itu telah melengkapi pasukannya dengan masker yang dapat menyaring gas tersebut. Karena kurang efektifnya penggunaan bentuk sianida gas ini, maka pada tahun 1961 Perancis mencoba jenis sianida gas lainnya yang memiliki berat molekul yang lebih berat dari udara, lebih mudah terdispersi dan memiliki efek kumulatif. Zat yang digunakan adalah Cyanogen Chlorida, yang dibentuk dari potassium sianida (KCN).Racun jenis potassium sianida (KCN) sudah cukup efektif pada konsentrasi yang rendah dapat karena sudah dapat mengiritasi mata dan paru.Pada konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan paralysis hebat pada sistem pernapasan dan sistem saraf pusat. [2]
Di pihak lain, Austria pada saat itu juga mengeluarkan gas beracun yang berasal dari potassium sianida (KCN) dan bromin. Zat kimia ini kemudian disebut sianogen bromide yang memiliki efek iritasi yang sangat kuat pada konjungtiva mata dan mukosa saluran pernapasan.Selama perang dunia ke II, Nazi Jerman  menggunakan asam hidrosianik yang disebut mereka Zyklon B untuk menghabisi ribuan rakyat sipil dan tentara musuh.  [2]

UU RI No: 13 th 2003 tentang Ketenagakerjaan


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 13 TAHUN 2003 
TENTANG 
KETENAGAKERJAAN 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 


Menimbang : 

a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia 
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk 
mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil 
maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik 
Indonesia Tahun 1945; 
b. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan 
dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan; 
c. bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan 
ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peransertanya dalam 
pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai 
dengan harkat dan martabat kemanusiaan; 
d. bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak hak 
dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa 
diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan 
keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha; 
e. bahwa beberapa undang undang di bidang ketenagakerjaan dipandang sudah tidak 
sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan ketenagakerjaan, oleh karena 
itu perlu dicabut dan/atau ditarik kembali; 
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, c, d, dan e 
perlu membentuk Undang undang tentang Ketenagakerjaan; 
Mengingat : 
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28, dan Pasal 33 ayat (1) 
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 


Dengan persetujuan bersama antara 
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 
DAN 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 


MEMUTUSKAN : 


Menetapkan : 
UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGAKERJAAN. 


BAB I 
KETENTUAN UMUM 


PerMen No:02 th1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaker


PERATURAN MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
No. Per.02/MEN/1980
TENTANG
PEMERIKSAAN KESEHATAN TENAGA KERJA
DALAM PENYELENGGARAAN KESELAMATAN KERJA.
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Menimbang :
a. bahwa keselamatan kerja yang setinggi-tingginya dapat dicapai bila
antara lain kesehatan tenaga kerja berada dalam taraf yang sebaikbaiknya.
b. bahwa untuk menjamin kemampuan fisik dan kesehatan tenaga kerja
yang sebaik-baiknya perlu diadakan pemeriksaan kesehatan yang
terarah.
Mengingat : 
1. Undang-undang No. 1 Tahun 1970;
2. Keputusan Presiden RI No.44 Tahun 1974 dan No.45 Tahun 1974;
3. Keputusan Presiden R.I No.47 Tahun 1979;
4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Transkop No. Kepts. 79/Men/1977;
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transkop No. Per. 0l/Men/1976;
6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.71/MEN/1978.

PerMen No:01-1981 tentang Kewajiban Melapor PAK


PerMen 01-1981 Ttg Kwjbn Lapor PAK
 PerMen No. 01 Tahun 1981
PERATURAN
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
NOMOR : PER.01/MEN/1981
TENTANG
KEWAJIBAN MELAPOR
PENYAKIT AKIBAT KERJA
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Menimbang :
a. bahwa penyakit akibat kerja berat bertalian dengan kemajuan teknologi
sehingga pengetahuan tentang penyakit-penyakit tersebut perlu
dikembangankan antara lain dengan pemilikan data yang lengkap;
b. bahwa “untuk melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
terhadap pengaruh akibat kerja, perlu adanya tindakan pencegahan lebih
lanjut;
c. bahwa penyakit akibat kerja yang diderita oleh tenaga kerja merupakan
suatu kecelakaan yang harus dilaporkan.
Mengingat : 1. Undang-undang No. 14 tahun 1964;
2. Undang-undang No. 2 tahun 1951;
3. Undang-undang No. 1 tahun 1970;
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.02/Men/1980
M E M U T U S K A N

Menetapkan : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
TENTANG KEWAJIBAN MELAPORKAN PENYAKIT AKIBAT KERJA.
Pasal 1
Yang dimaksud dalam Peraturan Menteri ini dengan:
a. Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja.
b. Pengurus adalah orang yang ditunjuk untuk memimpin langsung suatu kegiatan kerja
atau bagiannya yang berdiri sendiri.
c. Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja ialah dokter atau pegawai
yang berkeahlian khusus yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
d. Dokter ialah dokter sebagaimana dimaksud dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi No. Per. 02/Men/1980.
Pasal 2
(1) Apabila dalam pemeriksaan kesehatan bekerja dan pemeriksaan kesehatan khusus
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
Per. 02/Men/1980 ditemukan penyakit kerja yang diderita oleh tenaga kerja, pengurus
dan Badan yang ditunjuk wajib melaporkan secara tertulis kepada Kantor Direktorat
Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja
setempat.
(2) Penyakit akibat kerja yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pasal ini adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal 3
(1) Laporan sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (1) harus dilakukan dalam waktu paling
lama 2 x 24 jam setelah penyakit tersebut dibuat diagnosanya.
(2) Bentuk dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja.
Pasal 4
(1) Pengurus wajib dengan segera melakukan tindakan-tindakan preventif agar penyakit
akibat kerja yang sama tidak terulang kembali diderita oleh tenaga kerja yang berada
dibawah pimpinannya.
(2) Apabila terdapat keraguan-keraguan terhadap hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
oleh Dokter, pengurus dapat meminta bantuan Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi dalam hal ini aparatnya untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat
kerja.
(3) Pengurus wajib menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang
diwajibkan penggunaannya oleh tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya
untuk pencegahan penyakit akibat kerja.
Pasal 5
(1) Tenaga kerja harus memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan bila diperiksa
oleh Dokter atau pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja.
(2) Tenaga kerja harus memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan untuk
pencegahan penyakit akibat kerja.
(3) Tenaga kerja harus memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat untuk pencegahan
penyakit akibat kerja.
(4) Tenaga kerja berhak meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat
pencegahan penyakit akibat kerja sebagaimana ditetapkan pada pasal 4 ayat (1) dan
ayat (3).
(5) Tenaga kerja berhak menyatakan keberatan untuk melakukan pekerjaan pada
pekerjaan yang diragukan keadaan pencegahannya terhadap penyakit akibat kerja.
Pasal 6
(1) Pusat Bina Hygiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja menyelenggarakan
latihan-latihan dan penyuluhan kepada pihak-pihak yang bersangkutan, dalam
meningkatkan pencegahan penyakit akibat kerja.
(2) Pusat Bina Hygiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan badanbadan
lain yang ditunjuk oleh Menteri menyelenggarakan bimbingan diagnostik
penyakit akibat kerja.
Pasal 7
Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksudkan dalam
Undang-undang No. 1 tahun 1970 melakukan pengawasan terhadap ditaatinya
pelaksanaan peraturan ini.
Pasal 8
Pengurus yang tidak mentaati ketentuan-ketentuan dalam peraturan Menteri ini, diancam
dengan hukuman sesuai dengan pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-undang No. 1 tahun
1970 tentang keselamatan kerja.
Pasal 9
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 04 April 1981
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
HARUN ZAIN

UU RI No: 01 th 1970


UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA
PDF
Cetak
E-mail



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1970
TENTANG
KESELAMATAN KERJA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
  1. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional;
  2. bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya;
  3. bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan effisien;
  4. bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya-upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja;
  5. bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi;


Mengingat :
1.     Pasal-pasal 5, 20 dan 27 Undang-Undang Dasar 1945;
2.   Pasal-pasal 9 dan 10 Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 No. 55, Tambahan Lembaran Negara No. 2912);
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong.

MEMUTUSKAN :
1.      Mencabut : Veiligheidsreglement Tahun 1910 (Stbl. No. 406),
2.      Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KESELAMATAN KERJA.
BAB I.
TENTANG ISTILAH-ISTILAH
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :
(1)   “tempat kerja” ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2; termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut;
(2)   “pengurus” ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;
(3)   “pengusaha” ialah :
a.       orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha  milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
b.      orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
c.       orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili  orang atau badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia.
(4)   “direktur” ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undang-undang ini;
(5)   “pegawai pengawas” ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja;
(6)   “ahli keselamatan kerja” ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang ini.